Mengutamakan Orang Lain Atas Diri Sendiri
Di tengah persaingan hidup yang semakin ketat, sulit kita dapatkan orang yang memiliki kepedulian terhadap nasib orang lain. Sikap egois acap kali mendominasi kebanyakan manusia sehingga tidak terhindar darinya kecuali orang-orang yang dirahmati Allah. Secara umum memang terasa sangat berat bagi seseorang untuk mmeberikan sebagian hartanya atau mencurahkan tenaganya atau yang semisalnya tanpa adanya imbal balik. Namun lain halnya dengan seoarang mukmin, sifat egois tersebut bisa disingkirkan. Hal tersebut karena didasari iman kepada Allah dan hari pembalasan. Seorang mukmin akan menjadikan keridhoan Allah sebagai tujuan dan menjadikan dunia ini sebagai perhiasan dan penopang dalam ketaatan kepada-Nya. Orang mukmin meyakini bahwa kemanfaatan yang diberikan kepada orang lain niscaya akan mendapatkan balasan di sisi Allah, sebagaimana firman-Nya yang artinya:
“Dan kebaikan yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya.” (QS. Al Muzammil: 20)
Islam mengajarkan umatnya untuk mencintai orang lain layaknya mereka mencintai dirinya sendiri. Itulah ciri seorang mukmin sejati, dia akan bersenang hati apabila mampu menyuguhkan yang terbaik untuk orang lain. Kehidupannya di dunia indah karena dipenuhi dengan pendekatan yang tulus kepada Allah dan pengorbanan demi maslahat manusia. Orang tersebut adalah orang yang paling baik sebagaimana sabda Rasulullah :
“Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi manusia (orang lain).” (HR. Ath-Thabarani, Ad-Daruqutni, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 3289)
Iman seseorang tidaklah cukup hanya dinyatakan dengan lisannya saja, namun juga harus tercermin dalam amaliah kesehariannya. Di bulan Ramadhan ini, adalah momentum yang sangat luar biasa yang bisa dimanfaatkan oleh umat Islam untuk membunuh egois diri dengan cara menahan. Secara dhahir kita menahan lapar dan dahaga dalam rangka merasakan bagaimana derita umat yang lain yang merasakan kelaparan dan kekurangan. Namun secara batin, kita harus bisa mebunuh rasa egois diri atau mementingkan diri sendiri di atas orang lain. Tidaklah termasuk golongan orang mukmin apabila dia bersikap acuh terhadap saudaranya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
“Bukan termasuk seorang mukmin yang dia kenyang sementara tetangganya lapar.” (Shahh Al-Adabul Mufrad no. 82)
Seorang mukmin akan senantiasa mencerminkan perilaku yang menunjukkan kepedulian terhadap orang disekitarnya. Bila dia melihat ada ruang untuk melebihkan orang lain, maka dia pun melebihkan atas dirinya. Terkadang dia menahan lapar agar orang lain kenyang. Adakalanya juga dia harus dahaga agar orang lain tidak kehausan. Itulah sikap orang mukmin sejati. Perilaku mengutamakan orang lain tersebut tidaklah mampu dilakukan kecuali oleh orang yang bersih hati dan akhlaknya. Orang-orang seperti ini telah terhindar dari kebakhilan sehingga dia mau bermurah hati untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranggan-Nya serta mudah mencurahkan harta dan tenaganya kepada orang lain. Hal tersebut sebagaimana hikmah yang bisa kita ambil dari kisah kaum Anshar yang menolong kaum Muhajirin dengan harta benda mereka tanpa mengharap apapun selain keridhoan dari Allah Subhanahu wata’ala. Semoga Allah memberikan kelapangan hari kita untuk bisa bermanfaat bagi orang lain. Amin ya rabbal ‘alamiin.